Thursday, January 2, 2014

UMAT ISLAM BEREBUT DONAT


Mungkin apa yang akan saya tumpahkan dalam tulisan sederhana ini sudah seringkali dibaca atau didengar oleh para pembaca sekalian, namun izinkanlah saya untuk sekali lagi menyuarakan beberapa hal tentang Islam. Saya bukan seorang yang alim apalagi ustadz. Namun saya hanya sedikit dari banyak orang yang begitu prihatin atas kondisi yang menimpa umat Islam. Pertama-tama saya ingin menyajikan persoalan-persoalan yang saya rasa membahayakan citra agama yang mulia ini, lalu muncul pertanyaan, apa yang menjadi permasalahan sehingga saya harus prihatin terhadap kondisi umat? toh banyak sebagian umat yang nampaknya baik-baik saja, tidak dalam kondisi kesusahan, kelaparan, kesakitan dan lain sebagainya, kemudian apa masalahnya?
Apabila kawan-kawan sekalian gemar berselancar di dunia maya baik lewat facebook, twitter, ataupun forum-forum online lainya. Kalian akan banyak mendapati sesuatu yang "aneh", yang dilakukan oleh beberapa orang Islam. Diantaranya di twitter, kalian akan menemui PKS lovers yang begitu fanatik terhadap partainya, apalagi ketika ada isu-isu tertentu yang sedang manghampiri partai tersebut seperti korupsi LHI, tingkah laku para elit politiknya yang oportunistik, dan yang paling terbaru adalah isu poligami dari Presiden partainya sendiri, Anis Matta. Para penghamba partai (yang katanya) dakwah ini, dengan sekejap dan membabi buta akan menyerbu akun twitter kamu apabila kamu men-twitkan suatu hal yang bersinggungan dengan isu-isu tersebut. Dilalah bersikap legowo atau berusaha memberi klarifikasi (apabila tahu), justru mereka malah memarahi kamu, menghakimi kamu dengan ayat-ayat Allah atau terkadang balas menghujat. Jumlah para penghamba partai bulan sabit emas ini cukup signifikan di twitter land, baik dari yang remaja, mahasiswa, sampai orang tua. Biasanya mereka mendapatkan dukungan dari banyak ustadz-ustadz yang juga gemar berselancar di twitter land seperti Salim A. Fillah dkk, yang merupakan kader PKS ataupun yang pro terhadap PKS.
Selain PKS, di Twitter land kita juga bisa menemukan banyak kader HTI atau Hizbut Tahrir Indonesia yang kerap meneriakan bahwa demokrasi adalah sistem kufur, dan umat islam haram untuk hidup dalam suasana demokrasi, pancasila merupakan ajaran-ajaran thagut dan Khilafah merupakan satu-satunya solusi. Terkadang bisa terjadi perdebatan atau twit-war mengenai metode dakwah yang sesuai dengan ajaran-ajaran Nabi antara kader PKS dan HTI. Kader PKS dengan dogma-dogma dari Murabbinya dan elit partainya yang dianggap ma’shum merasa bahwa cara dakwah yang paling baik untuk saat ini adalah menjadi bagian  dalam sistem demokrasi, yakni melalui mekanisme pemilu dan menjadi wakil rakyat untuk menyuarakan aspirasi umat islam. Sedangkan HTI lebih memilih jalan yang lebih radikal, melalui penggulingan penguasa demi tegaknya khilafah dengan jargon khas “Khilafah Solusinya!”. Biasanya dukungan untuk kelompok HTI muncul dari Felix Siaw yang memang merupakan kader HTI, bahkan terkadang terang-terangkan mengutarakan pendapat dan membuat twit land menjadi gempar karenanya, pendapatnya yang kontroversial belakangan adalah Halal hukumnya membajak hak cipta dari orang-orang kafir.
Diantara PKS dan HTI ada Salafi, dengan semangat revivalisme sunnah Nabi, Salafi lebih terlihat seperti gerakan non blok sebagaimana yang pernah digagas oleh Presiden Soekarno dahulu kala. Namun bukan berarti mereka ada diantara keduanya, namun lebih menarik diri dari inti perdebatan antara PKS dan HTI. Di twitter Land, Salafi bekerja secara soliter, tidak ada kelompok, organisasi ataupun partai yang menaungi mereka. Kecenderungan Salafi adalah mengutamakan dakwah-dakwah yang lebih bersifat formil, seperti masalah ibadah sesuai Sunnah, berpenampilan seperti orang Arab, dan gaya hidup yang seperti orang Arab. Namun apabila semak belukar tersulut api, maka terbakarlah juga, Salafis ini terkadang terikut dalam arus perdebatan perihal politik, terutama PKS yang kerap mengklaim dirinya sebagai representasi umat Islam.
Apabila Salafi adalah gerakan Non-Blok, maka ada mazhab pertengahan (moderat) yang bersifat netral. Kelompok ini terdiri dari kebanyakan orang dari kultur NU dan Muhammadiyah. Mazhab moderat ini lebih memilh untuk tidak berpihak diantara keduanya (PKS & HTI) dan tidak pula menjauh dari arus (Salafi). Di twitter land biasanya mazhab moderat lebih bersikap toleran dan lebih banyak bermain-main, misalnya menggoda personil JKT48 melalui fasilitas mention. Kelompok netral ini lebih berpotensi untuk menarik massa mengambang (floating mass), atau pengguna twitter yang awam atau tidak memiliki kecenderungan kepada kelompok manapun bahkan dapat menjangkau non muslim. Dalam pusaran perdebatan, biasanya kelompok netral memiliki sikap tersendiri yang lebih konformis/toleran atau bisa disepakati oleh banyak orang tanpa ada kontroversi.
Terakhir adalah JIL atau Jaringan Islam Liberal, kelompok ini seringkali mengaku sebagai bagian dari mazhab moderat, namun seringkali pula ditolak kecenderungan tersebut oleh kelompok moderat sendiri. JIL merupakan salah satu pusat arus kontroversi di twitter land dengan pendapat-pendapatnya yang tidak “umum” mengenai permasalahan agama. Salah satu pentolan JIL di twitter yang kerap menjadi objek bullying di twitter misalnya seperti Ulil Abshar Abdalla, Guntur Romli, Luthfi Syaukani, Akhmad Sahal,dll.
            Mengapa dari twitter? Lewat media sosial yang satu ini kita dapat mengamati perputaran arus wacana yang ada di negeri ini dari isu agama, politik, hukum, budaya dsb.  Terima kasih kepada Tuhan dan para ilmuan yang membuat segalanya menjadi mudah.
Keempat mazhab di atas merupakan fenomena menarik yang terjadi dalam umat Islam, walaupun juga ada kelompok pinggiran (minor) seperti Syi’ah, Ahmadiyah, dsb. Namun perputaran arus wacana yang lebih deras terjadi pada keempat kelompok di atas. pada awal tulisan ini saya memberikan arahan bahwa ada sesuatu yang “aneh” yang akan kita temui dalam fenomena-fenomena yang sudah saya ceritakan di atas, lalu apa fenomena tersebut?
            Ada kata yang menjadi poin penting dalam cerita saya di atas yakni “perdebatan”, perdebatan bisa diartikulasikan sebagai perang wacana. Namun ada apa dengan perang wacana? Bukankah itu merupakan budaya yang baik dan cerdas, menyelesaikan masalah dengan perdebatan seperti yang sering dilakukan oleh para filusuf dahulu kala. Benar pertentangan sebatas perdebatan memang baik dan cerdas namun apa yang diperdebatkan disini merupakan masalah yang prinsip, fundamental dan sakral. akibat yang muncul dari perdebatan tersebut bahkan lebih berbahaya daripada mengkonfrontir seseorang karena Ia mengatakan bahwa Ibumu adalah seorang pelacur. Pusaran arus yang deras dapat dengan cepat berubah menjadi black hole, menghisap dan memporak porandakan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 2012, tepatnya di kota Yogyakarta, kedatangan seorang feminis dari negeri Paman Sam ke suatu lembaga tertentu, alih-alih bisa berdialog dan bertukar pendapat, perhelatan diskusi dibubarkan oleh sekelompok orang berjubah, dengan mengibarkan bendera bertuliskan “La Illaha illalah” dan meneriakan takbir. Tidak cuma itu, sekretariat lembaga tersebut tak ayal menjadi objek amukan massa yang katanya membawa misi suci tersebut, atau tokoh salafi Ja’far Umar Thalib yang berfatwa bahwa Ulil Abshar Abdalla, halal darahnya, maka boleh dibunuh. Ini merupakan contoh akibat dari perdebatan masalah-masalah fundamental yakni agama.
            Selain itu perdebatan yang berimbas kepada konflik fisik dan politik ini juga mengakibatkan umat Islam tidak akur diantara mereka sendiri. Syukur bahwa NU dan Muhammadiyah sudah bisa akur beberapa tahun belakangan melalui kesadaran para pembesar-pembesarnya. Konflik antar kelompok dalam umat Islam ini merupakan suatu fenomena yang unik, diantara mereka masing-masing memperebutkan legitimasi teks (Qur’an dan Hadis) untuk membenarkan setiap perilakunya dan ditarik pada kepentingan kelompoknya masing-masing. Apakah ini suatu ketetapan atau takdir dari Tuhan? Saya memilih untuk tidak sepakat apabila ini adalah takdir, apalagi dengan pembenaran hadis yang menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang selamat. Dengan mengafirmasi pernyataan guru Saya bahwa apabila hadis tersebut ditinjau dari naqd al matan (kritik isi) nya, maka hadis ini menimbulkan potensi perpecahan dalam tubuh umat Islam. Hal ini terbukti, bahwa hampir dalam setiap kelompok umat Islam mengklaim bahwa mereka adalah satu diantara 73, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kefanatikan dalam bermazhab/berjama’ah, menafikan kelompok lain selain kelompok mereka dengan memonopoli seluruh kebenaran yang ada di dalam teks (al-Qur’an dan Hadis).
Konflik horizontal yang timbul melalui monopoli kebenaran inilah permasalahan yang sedang terjadi dalam umat Islam, setiap kelompok menganggap merekalah yang paling benar maka kelompok di luar Mereka adalah salah. Hal ini berimbas pada ketidak kompakan umat Islam dalam mengambil sikap karena dipengaruhi oleh cara pandang (worldview) yang berbeda-beda pula.
Tidak ingin terlalu jauh berenang dalam pusaran perdebatan antar kelompok dalam tubuh umat Islam,  permasalahan yang sebenarnya adalah bahwa umat Islam sudah terlalu lama terbuai dalam pertentangan teologis yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa Islam mulai terpecah menjadi beberapa golongan sudah sejak pasca pecahnya perang siffin. Pasca peperangan yang diakhiri dengan kemenangan Muawiyah bin Abu Sofyan atas Ali bin Abi Thalib tersebut umat Islam terpecah menjadi 3 Kelompok yakni Mu’tazilah, Asy-Syar’iyah dan Khawarij. Bayangkan saja pertentangan yang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu belum juga usai hingga detik ini, apabila perdebatan ini tidak juga diselesaikan, maka benar apa yang dikatakan oleh Ashgar Ali Engineer, bahwa umat Islam terjebak dalam ritual, dogma dan metafisis yang membingungkan, dengan wajah yang seperti ini, agama sama saja dengan mistik dan menghipnotis masyarakat. Mengapa menghipnotis masyarakat? Karena sifat Islam yang Rahmatan lil ‘alamin tidak berjalan dengan baik, Ia ibarat sebuah donat yang diperebutkan oleh banyak anak usia dini tanpa memperhatikan apa yang terjadi disekitarnya, terhipnotis oleh kelezatan donat yang ada di depan mata. Islam yang diturunkan sebagai agama pembebas dan memiliki fungsi secara sosial hanya menjadi “konon” karena umatnya sedang sibuk berebut siapa yang berhak memiliki donat.
Permasalahan yang seharusnya Islam menjadi garda paling depan dalam menumpasnya seperti korupsi, pelanggaran HAM, dan kesewenang-wenangan penguasa kian bebas berseliweran dalam masyarakat tanpa hambatan, karena umat Islam sedang sibuk berebut donat. Umat Islam terlalu menghabiskan energy terhadap suatu hal yang tidak terlalu banyak maslahatnya, dan jika terus terjadi, maka kemudharatan akan terus berseliweran di sisi umat Islam sendiri tanpa ada perhatian yang khusus. Kemudian apabila konflik internal umat Islam ini terus terjadi dan tidak dapat terselesaikan, apakah salah jika Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat? Umat terbuai bagaikan terhipnotis terhadap permasalahan yang sudah berlangsung selama ratusan tahun tanpa ada sedikitpun ide untuk melakukan rekonsiliasi perdamaian. Keringat, harta, bahkan darah akhirnya harus terbuang percuma dibawah satu bendera yang sama, ISLAM.
Waullahu ‘allam

…..Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al-Azhab, 33[72])

Penulis aktif di twitter land dengan nama pengguna @GusFadhil

No comments:

Post a Comment