Belakangan ini jagat media sosial di Indonesia menjadi gempar. Bukan karena ciuman basah Cinta dan Rangga atau isu diamankannya Ikan Louhan di Jogja karena terdapat motif lambang PKI di sisiknya. Tetapi karena terpilihnya Sadiq Khan, seorang muslim sebagai walikota di London, Inggris.
Sontak, ucapan syukur dan berita
kemenangan muslim imigran asal Pakistan tersebut berseliweran diberbagai media sosial. Namun
sayangnya, dalam waktu yang cukup singkat, puja puji dan ucapan syukur karena
terpilihnya seorang muslim pertama sebagai walikota di negeri tafir itu berubah
menjadi ungkapan kekecewaan, kesedihan, bahkan kejijikan.
Lha, bagamana tidak, sosok yang
awalnya dikira sukses terpilih sebagai walikota karena dianggap membawa citra
Islam secara utuh tersebut, ternyata pendukung aspirasi kelompok pro-LGBT. Di samping itu, Khan merupakan anggota dari
Partai Buruh. Partai berhaluan kiri-tengah atau sosialis demokrat.
Pro LGBT lalu kiri pula! Bah,
lengkap sudah ketafiran yang melakat dalam dirinya. Akhirnya, Khan yang
sebelumnya dipuja-puji, dalam sekejap ditinggalkan, karena telah terbukti telah
tafir sejak dalam pikiran dan perbuatan.
Entah apa yang ada dalam pikiran
umat muslim di Indonesia ketika mendengar berita bahwa ada seorang muslim yang
kemudian terpilih menjadi walikota di negeri tafir. Barangkali mereka
membayangkan sosoknya seperti Aher, Anis Matta, dan paling tidak Bang Oma atau Haji
Lulung.
Muslim Indonesia mungkin lupa
bahwa masyarakat eropa memiliki karakter yang rasional, logis, empiris. Artinya,
dalam pemilihan seorang pemimpin, mereka juga tidak akan melihat hal lain di luar konteks
kepemimpinan tersebut seperti agama, asal-usul, ras, dan lain sebagainya. Tetapi,
lebih memfokuskan pada persoalan visi dan misi, rencana jangka ke depan,
program kerja, dan segala bentuk kinerja kepemimpinan lainnya.
Tidak seperti di Indonesia. Anasir-anasir
di luar konteks kepemimpinan begitu berpengaruh dalam pemilihan seorang pemimpin. Agamanya apa,
keturunan siapa, sukunya apa, dan segala tetek bengek yang ngga ada urusan sama
kinerja lainnya.
Bahkan semestinya warga muslim
Indonesia tak perlu kaget secara berlebihan setelah mengetahui bahwa Khan bisa
terpilih sebagai walikota karena sebab ia adalah pendukung LGBT dan anggota
partai berhaluan kiri. Rasa-rasanya setelah peristiwa Paris dan Brussels serta
hantaman gelombang imigran dari timur tengah, kok ya ndak mungkin orang Islam
yang diimpi-impikan khalayak muslim Indonesia itu bisa mimpin disalah satu kota
besar di eropa. Ngimpi, jon.
Fenomena gegap gempita kurang
dari 24 jam yang muncul itu malah terlihat seperti dagelan. Memangnya apa sih
yang ada di dalam kepala mereka sehingga begitu bangganya ketika mendengar
kabar terpilihnya seorang muslim di Negara tafir?
Mereka nda perlu muslim yang jadi
pemimpin untuk sejahtera brur. Menurut penelitian, bahkan Negara paling islami di dunia itu adalah Irlandia yang penduduk muslimya Cuma sekitar 45 ribuan
orang. Tolok ukurnya dilihat dari banyaknya nilai-nilai Islam yang
diaplikasikan di Negara tersebut. Sedangkan
di Negara ini, muslim di mana-mana jadi pemimpin tapi toh juga masih sering
ngibulin rakyat.
Islam yang memerintahkan untuk memilih pemimpin yang tidak berkompeten bukanlah
Islam yang saya kenal. Sekali lagi, Bila ia tidak berkompeten. Apalagi Nabi
pernah menyebutkan, bahwa bila menyerahkan suatu persoalan pada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancuran.
Peristiwa gegap gempita Sadiq
Khan semakin menunjukan bahwa ada kesan seolah masyarakat muslim kita ini
sungguh polos dalam memandang realitas politik dengan anggapan politik
itu hanya sebatas hitam dan putih atau kebaikan dan keburukan. Sedangkan proses
yang terjadi di dalam itu tidak sesederhana yang dibayangkan.
Ada intrik, kepentingan,
lobi-lobi, posisi tawar, dan segala tingkah brengsek lainnya yang luput dari
liputan media.
Tolonglah, jangan bodoh-bodoh
amat. Cari fakta di balik gambaran
proses politik yang disajikan oleh media melalui buku-buku, diskusi, atau
googling. Raja Salman bukan sekedar apa yang dipresepsikan oleh media, toh
belakangan muncul berita namanya ada di dokumen panama sebagai menyokong dana
kampanye Benyamin Netanyahu. Erdogan bukan sekedar penyelamat imigran Suriah
sebagaimana dipresepsikan oleh media, toh ada isu bahwa Turki menjalin hubungan
bisnis dengan ISIS melalui perdagangan minyak mentah illegal. Masih banyak
keabu-abuan yang harus ditelusuri lagi lebih dalam.
Coba, apa tidak konyol dan
terlihat bodoh. Dalam waktu kurang dari 24 jam sejak keluarnya berita
kemenangan Sadiq Khan, “Alhamdulillah” berubah jadi “astaghfirullah” dengan
alasan “saya kecewa”.
Kecewa mbahmu…!
No comments:
Post a Comment